Get Gifs at CodemySpace.com

Senin, 23 April 2012

Emansipasi Wanita Menurut Islam




EMANSIPASI WANITA MENURUT ISLAM


"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar".

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas ra bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita: “Mengapa dalam Al-Qur’an disebutkan para laki-laki sementara para wanita tidak?” Maka turunlah ayat ini.

Jauh sebelum mempoklamirkan emansipasi wanita, Islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa pencampakan wanita di era jahiliah ke masa kemuliaan wanita. Dari ayat di atas kita bisa melihat betapa Islam tidak membedakan antara wanita dan laki-laki. Semua sama di hadapan Allah SWT, dan yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, taqwa dalam artian menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.

Sering kita dengar pemahaman emansipasi wanita yang selalu digembar-gemborkan orang-orang barat yang mengatasnamakan hak asasi manusia, bahwa emansipasi wanita adalah menyamakan hak dengan kaum pria, padahal tidak semua hak wanita harus disamakan dengan pria, karena Allah SWT telah menciptakan masing-masing jenis kelamin dengan latar belakang biologis kodrati yang tidak sama. Persamaan hak untuk dilindungi oleh hukum, mendapatkan gaji yang setara dengan laki laki jika berada di kedudukan atau kemampuan yang sama, dan lain sebagainya adalah segelintir contoh dibolehkannya persamaan hak dengan kaum pria.

Makna emansipasi wanita yang benar, adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan sektor informal belum menyadari makna dari emansipasi wanita itu sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral, dan hukum genderisme lingkungan sosio-kultural menjadi serba keliru. Belenggu budaya itulah yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak asasi untuk memilih dan menentukan nasib sendiri.

Wanita yang seoptimal mungkin menurut konsep Al-Qur’an dan As-Sunnah ialah wanita yang mampu menyelaraskan fungsi, hak dan kewajibannya:

- Seorang hamba Allah ( At-Taubah 71 )
- Seorang istri ( An-Nisa 34)
- Seorang ibu ( Al-Baqoroh 233 )
- Warga masyarakat (Al-furqan 33)
- Da’iyah ( Ali Imran104 -110)

Islam juga telah mengabadikan nama wanita yang dalam bahasa Arab An-nisa (النساء) ke dalam salah satu surat dalam Al-Quran, dan Islam juga tidak melarang wanita untuk berperang atau berjihad di jalan Allah SWT melawan orang-orang kafir, dalam hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat wanita terkemuka Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra berkata :
“Kami pernah bersama Nabi SAW dalam peperangan, kami bertugas memberi minum para prajurit, melayani mereka, mengobati yang terluka, dan mengantarkan yang terluka kembali ke Madinah.” Ummu Haram ra, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra , di mana ia berkata:
“Nabi SAW bersabda : “Sejumlah orang dari ummatku menawarkan dirinya sebagai pasukan mujahid fi sabilillah. Mereka mengarungi permukaan lautan bagaikan raja-raja di atas singgasananya.” Lalu tiba-tiba Ummu Haram ra berkata: “Ya Rasulullah, doakan saya termasuk di antara mereka itu.” Lalu Nabi SAW mendoakannya…”

Sesungguhnya Maha Benar Allah yang dengan tegas bersabda dalam Al-Qur’an bahwa musuh-musuh Islam akan selalu berupaya dengan berbagai cara agar kita mengikuti millah (sistem hidup) mereka, hingga mereka ridha (QS Al-Baqarah: 120), dan mereka akan selalu memerangi Islam dan segala yang berbau Islam, kalau dapat memurtadkan kita dari Islam (Al-Baqoroh 217 dan Al-Buruuj 8). Sungguh Maha Benar Allah.

Sesungguhnya fenomena muslimah hari ini (kebanyakan telah menyimpang jauh dari Allah dan RasuINya), dan kehilangan jati dirinya sebagai muslimah adalah hasil dari rekayasa mereka yang menghendaki ajaran Islam itu kabur, sulit difahami dan terkesan kolot (terbelakang) serta menghambat kemajuan.
Untuk mendukung semua itu merekapun merekayasa, para ‘cendekiawan muslim’ yang lemah iman untuk mendukung program mereka dan menimbulkan keragu-raguan ummat.

Para wanita yang dalam Islam sangat dihormati dan dimuliakan digugat. Aturan-aturan Islam yang tinggi dan sempurna dituding sebagai biang keladi ‘terbelakangnya’ para wanita Islam. Musuh-musuh Allah yang lantang meneriakkan isu hak asasi, kebebasan, modernisasi, dan persamaan inipun menyerang masalah poligami, hak menthalaq, hak warisan, masalah hijab, dan sebagainya sebagai hal-hal yang melemahkan Islam. Islam dikatakan telah merendahkan harkat dan martabat wanita, sedang Barat lah yang mengangkat dan memuliakannya.

Mari kita bandingkan dunia Islam dan dunia Barat, pada satu sisi mereka maju di bidang duniawi yang pernah dimiliki kejayaan Islam, tapi kita lihat hubungan–hubungan sosial mereka ( hubungan antara masyarakat, suami dan istri orang tua dan anak dan lain sebagainya ) Islam lebih gemilang dengan hal-hal itu.
Pada akhirnya kita sebagai wanita mulimah untuk selalu menyiapkan dan meningkatkan kualitas keislaman kita, agar kita tidak terpengaruh dengan slogan- slogan barat yang akan menghancurkan pilar-pilar Islam dan menyilaukan mata kita.

Selamat Hari Kartini semoga wanita Indonesia bisa lebih meningkatkan khazanah keislamannya dan menghasilkan karya-karya besar untuk kemajuan Indonesia dan Islam pada umumnya.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an :
"Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik ia laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman, maka mereka itu mask ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya sedikitpun". (Al-Qur'an S. An-Nisaa' ayat 124)
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman) : "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu,baik laki-laki atau perempuan,(karena) sebahagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain." (Al-Qur'an S. Ali Imran 195 )


Emansipasi dalam kehidupan manusia menurut pandangan Islam adalah sesuatu yang wajar dan harus terjadi, agar berkembangnya budaya dan pola kehidupan manusia di alam semesta ini, karena manusia diciptakn oleh Allah SWT, dipermukaan bumi ini mempunyai hak dan kemerdekaan yang sama (bisa dilihat dalm surat An-Nisaa' :1, An-Nahl :97, At-Taubah :72. Apalagi mengingat kedudukan wanita, peran dan fungsinya dalam kehidupan keluarga maupun bangsa amat penting, sebab dari merekalah anak-anak tumbuh dan tergantung. Kepada merkalah baik dan buruk karakter anak-anak, oleh karena itu, tidak berlebihan seorang ahli hikmah menggambarkan kaum wanita sebagai tiang atau soko guru suatu bangsa dalam sebuah ungkapan :
"Wanita adalah tiang negara, jika mereka baik maka baiklah negara itu dan jika mereka buruk (rusak moralnya) maka buruklah negara itu".

Ungkapan tersebut sangat besar maknanya, bagi anda yang mengerti. Anda bisa melihat bangsa mana yang buruk perannya di permukaan bumi ini, pastinya tidak terlepas dari perilaku buruk kaum wanitanya di dalam bangsa tersebut. Dalam kehidupan manusia dewasa ini banyak kita temui wanita-wanita karier yang berprestasi lengah terhadap urusan ( yang justru sebagai kewajibannya yang amat vital) keluarganya, Kepribadiannya dan watak serta fitrah yang diberikan Allah SWT. Oleh karena kesalahan pengertian emansipasi sebagai sama hak dan kewajiban secara mutlak tanpa batas, yang justru merendahkan citra kaum wanita itu sendiri.

Sebagai contoh terlihat dalam prakteknya perburuhan, pekerjaan wanita dikerjakan pada malam hari, bekerja di kantor tanpa mengenal waktu, menjadi kondektur bis atau menjadi sopir-sopir truk ataupun taksi, bahkan ada yang sangat lucu sekali, ada tim sepak bola wanita, ini kan sangat tidak lazim sekali. Mempertontonkan bentuk tubuh di muka umum di depan para mata keranjang yang sering mengundang birahi para lelaki. Jika ini yang terjadi pada emansipasi wanita, ini akan menjadikan hal yang sangat tidak sehat dan jangan salahkan laki-laki kalau terjadi hal yang tidak diinginkan. Misalnya saja terjadi tindakan asusila ataupun diganggu di tengah jalan. Kalau terjadi hal yang berlebihan pada wanita, diharapkan bagi kaum lelaki untuk memberikan bimbingan ataupun mengarahkan pada hal yang lebih terarah dan lebih baik.

Dalam penerapan emansipasi pada dewasa ini, dapat terlihat 2 segi :

1. Segi Positif : yaitu dalam penerapannya mempunyai sasaran yang tepat
    dan terarah sesuai dengan peraturan agama dan moral yang berlaku.
  
2. Segi Negatif : yaitu kesalahan penerapan dalam praktik atau pola
    kehidupan yang tidak sesuai dengan akal sehat yang tentunya tidak
    dibenarkan oleh agama, sebagaimana contoh tersebut di atas.
   
Karena pengertian emansipasi itu bervariasi, masing-masing kelompok wanita atau individu mereka punya pandangan dari sudut kepentingan yang berbeda-beda. Sebenarnya, emansipasi itu tidak sekedar persamaan hak atau kewajiban dengan kaum pria dalam arti kata yang sempit, akan tetapi harus ada batas-batas yang justru diikuti dan disetujui oleh fitrah wanita itu sendiri. Sedang banyak kaum wanita memaksakan pengertian emansipasi sebagai persamaan hak dan kewajiban tanpa batas, justru merugikan derajat dan harkat wanita itu sendiri. Di sinilah pentingnya dakwah Islam itu, agar bisa terarah.

Jumat, 20 April 2012

Pengaruh Sertifikasi terhadap Kinerja Guru





PENGARUH SERTIFIKASI TERHADAP KINERJA GURU


Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti (http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDMOjY=, diakses 7 Desember 2008). Indonesia memperoleh indeks 0,728. Dan jika Indonesia dibanding dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia berada pada peringkat ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam penentuan komposit Indeks Pengembangan Manusia ialah tingkat pengetahuan bangsa atau pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia ini adalah gambaran mutu pendidikan Indonesia yang rendah.

Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)-Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia. Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Daya saing Indonesia menurut Wordl Economic Forum, 2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat daya saing sesama negara ASEAN seperti Malaysia yang berada di urutan ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7.

Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas, guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %.

Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula.


HAKEKAT SERTIFIKASI

Ada yang berpendapat bahwa sejatinya sertifikasi adalah alat untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Bahkan yang lebih berani mengatakan bahwa sertifikasi adalah akal-akalan pemerintah untuk menaikkan gaji guru. Kata sertifikasi hanyalah kata pembungkus agar tidak menimbulkan kecemburuan profesi lain.

Pemahaman seperti itu tidak terlalu salah sebab dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif yang berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.

Namun, persepsi seperti itu cenderung mencari-cari kesalahan suatu program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Peningkatan kesejahterann guru dalam kaitannya dengan sertifikasi harus dipahami dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional , baik dari segi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiyaan, dan penilaian pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Di samping itu, menurut Samami dkk. (2006:3), yang perlu disadari adalah bahwa guru adalah subsistem pendidikan nasional. Dengan adanya sertifikasi, diharapkan kompetensi guru sebagai agen pembelajaran akan meningkat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan kesejahteraan yang memadai diharapkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran dapat meningkat. Kualitas pembelajaran yang meningkat diharapkan akan bermuara akhir pada terjadinya peningkatan prestasi hasil belajar siswa.


IMPLEMENTASI SERTIFIKASI

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar profesioanal guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profeisonal guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan.

Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.

Apa yang menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan. Mereka berharap guru-guru tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan diterapkan di sekolah atau di kelas.

Hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional terasa akan menjadi kenyataan bila dibandingkan dengan pelaksanaan sertifikasi di beberapa negara maju, khusunya dalam bidang pendidikan. Hasil studi Educational Testing Service (ETS) yang dilakukan di delapan negara menunjukkan bahwa pola-pola pembinaan profsesionalisme guru di negara-negara tersebut dilakukan dengan sangat ketat (Samami dkk., 2006:34).

Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Inggris yang menerapkan sertifikasi secara ketat bagi calon guru yang baru lulus dari perguruan tinggi. Di kedua negara tersebut, setiap orang yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian untuk memperoleh lisensi mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut terdiri dari tiga praksis, yaitu tes keterampilan akademik yang dikenakan pada saat seseorang masuk program penyiapan guru, penilaian terhadap penguasaan materi ajar yang diterapkan pada saat yang bersangkutan mengikuti ujian lisensi, dan penilaian performance di kelas yang diterapkan pada tahun pertama mengajar.Mereka yang memiliki lisensi mengajarlah yang berhak menjadi guru.

Keterpurukan mutu pendidikan Indonesia di dunia internasional memang amat memprihatinkan. Akan tetapi, keprihatinan ini jangan sampai membuat kita putus harapan. Keterpurukan ini hendaknya membuat kita sungguh-sungguh terdorong mencari jalan yang tepat, bukan dengan cara-cara instan dan mengutamakan kepentingan pribadi.

Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas gurunya melalui sertifkasi guru. Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.

Di samping itu, berkaca pada pelaksanaan sertifikasi negara-negara maju, terutama dalam bidang pendidikan, peningkatkan mutu pendidikan hanya dapat dicapai dengan pola-pola dan proses yang tepat. Pola-pola instan hanya akan menghambur-hamburkan dana dan waktu menjadi terbuang percuma. Sedangkan apa yang menjadi substansi sama sekali tidak tersentuh.

Sertifikasi tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, memang baru sebuah hipotesis. Hipotesis ini memang harus dibuktikan melalui sebuah penelitian. Akan tetapi, tidak ada salahnya bila kita mengatakan sertifikasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan-atau bahkan tidak memiliki pengaruh sama sekali-terhadap kinerja guru berdasarkan indikator-indikator yang tampak di depan mata. Dari hasil pantauan penulis sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian menyangkut pengaruh sertifikasi terhadap kinerja guru, atau mungkin sudah ada tapi belum terpublikasi. Oleh sebab itu penulis bermaksud melakukan penelitian tentang masalah diatas dalam Thesis yang berjudul “Pengaruh Sertifikasi Profesi Guru terhadap peningkatan Kinerja Guru”. Penelitian ini Insya Allah akan dilaksanakan di tempat penulis bekerja yaitu di SMA Dwiwarna Boarding School. Semoga nantinya hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi semua pihak untuk memperbaiki sistem sertifikasi yang sekarang sedang dilaksanakan.

Visi dan Misi serta Maksud dan Tujuan Muhammadiyah



VISI DAN MISI MUHAMMADIYAH

MAKSUD DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH



VISI

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak Tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.



MISI

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar mempunyai misi :


1. Menegakkan keyakian Tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Alloh SWT
    yang dibawa oleh para Nabi/Rasul sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi
    Muhammad s.a.w.
    
2. Memahami Agama Islam dengan menggunakan akal pikiran sesuai
    dengan jiwa ajaran Islam.

3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an sebagai
    Kitab Alloh terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
  

4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
    masyarakat.
   





MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 
( AD Muhammadiyah Bab III Pasal 6 )



Senin, 16 April 2012

Penanggulangan Bahaya Narkoba


PENANGGULANGAN BAHAYA NARKOBA

·
I. PENDAHULUAN

Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan yang mengandung zat adiktif/berbahaya dan terlarang) belakangan ini amat populer di kalangan remaja dan generasi muda bangsa Indonesia, sebab penyalahgunaan narkoba ini telah merebak ke semua lingkungan, bukan hanya di kalangan anak-anak nakal dan preman tetapi telah memasuki lingkungan kampus dan lingkungan terhormat lainnya. Narkoba saat ini banyak kita jumpai di kalangan remaja dan generasi muda dalam bentuk kapsul, tablet dan tepung seperti ekstasy, pil koplo dan shabu-shabu, bahkan dalam bentuk yang amat sederhana seperti daun ganja yang dijual dalam amplop-amplop.
Saat ini para orang tua, mulai dari ulama, guru/dosen, pejabat, penegak hukum dan bahkan semua kalangan telah resah terhadap narkoba ini, sebab generasi muda masa depan bangsa telah banyak terlibat di dalamnya.
Akibat leluasanya penjualan narkoba ini, secara umum mengakibatkan timbulnya gangguan mental organik dan pergaulan bebas yang pada gilirannya merusak masa depan bangsa.

II. BAHAYA NARKOBA

Narkoba sebagaimana disebutkan di atas menimbulkan dampak negatif baik bagi pribadi, keluarga, masyarakat maupun bagi bangsa dan negara. Dampak negatif tersebut adalah sebagai berikut :

A. Bahaya yang bersifat pribadi
  1. Narkoba akan mengubah kepribadian si korban secara drastis, seperti berubah menjadi pemurung, pemarah, melawan dan durhaka.

  1. Menimbulkan sifat masa bodoh sekalipun terhadap dirinya seperti tidak lagi memperhatikan pakaian, tempat tidur dan sebagainya, hilangnya ingatan, dada nyeri dan dikejar rasa takut.

  1. Semangat belajar menurun dan suatu ketika bisa saja si korban bersifat seperti orang gila karena reaksi dari penggunaan narkoba.

  1. Tidak lagi ragu untuk mangadakan hubungan seks karena pandangan  terhadap norma-norma masyarakat, adat kebudayaan, serta nilai-nilai agama sangat longgar. Dorongan seksnya menjadi brutal, maka terjadilah kasus-kasus perkosaan.

  1. Tidak segan-segan menyiksa diri karena ingin menghilangkan rasa nyeri atau menghilangkan sifat ketergantungan terhadap obat bius, ingin mati bunuh diri.

  1. Menjadi pemalas bahkan hidup santai.

  1. Bagi anak-anak sekolah, prestasi belajarnya akan menurun karena banyak berkhayal dan berangan-angan sehingga merusak kesehatan dan mental. Memicu timbulnya pemerkosaan dan seks bebas yang akhirnya terjebak dalam perzinahan dan selanjutnya menderita penyakit HIV/ AIDS.


B. Bahaya yang bersifat keluarga
  1. Tidak lagi segan untuk mencuri uang dan bahkan menjual barang-barang di rumah untuk mendapatkan uang secara cepat.

  1. Tidak lagi menjaga sopan santun di rumah bahkan melawan kepada orang tua.

  1. Kurang menghargai harta milik yang ada seperti mengendarai kendaraan tanpa perhitungan rusak atau menjadi hancur sama sekali.

  1. Mencemarkan nama baik keluarga.


C. Bahaya yang bersifat sosial
  1. Berbuat yang tidak senonoh (mesum/cabul) secara bebas, berakibat buruk dan mendapat hukuman masyarakat.

  1. Mencuri milik orang lain demi memperoleh uang.

  1. Menganggu ketertiban umum, seperti ngebut di jalanan dan lain-lain.

  1. Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum antara lain karena kurangnya rasa sosial manakala berbuat kesalahan.

  1. Timbulnya keresahan masyarakat karena gangguan keamanan dan penyakit kelamin lain yang ditimbulkan oleh hubungan seks bebas.


D. Bahaya bagi bangsa dan negara
  1. Rusaknya pewaris bangsa yang seyogyanya siap untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa.

  1. Hilangnya rasa patriotisme atau rasa cinta bangsa yang pada gilirannya mudah untuk dikuasai oleh bangsa asing.

  1. Penyelundupan akan meningkat padahal penyelundupan dalam bentuk apapun adalah merugikan negara.

  1. Pada akhirnya bangsa dan negara kehilangan identitas yang disebabkan karena perubahan nilai budaya.

III. PANDANGAN AGAMA TERHADAP NARKOBA

Dalam pandangan Agama narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa, mental dan kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba juga termasuk dalam kategori yang diharamkan Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, Hadits Rasulullah SAW dan juga ajaran-ajaraan agama lainnya, antara lain sebagai berikut :
  1. “Janganlah kamu jerumuskan dirimu kepada kecelakaan / kebiasaan (sebagai akibat tangan) tangan-tanganmu”. (Q.S. Al-Baqarah : 195).

  1. “Dan Janganlah kamu membunuh dirimu (dengan mencapai sesuatu yang membahayakanmu). Karena sesungguhnya Allah Maha Kasih Sayang kepadamu”. (Q.S. An-Nisa’ : 29).

  1. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya ( meminum ) Khamar, ( berkorban ) untuk Berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah : 90).

  1. “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran ( minuman ) Khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat, maka berhentilah kamu ( dari mengerjakan pekerjaan itu )”. (Q. S. Al-Maidah : 91).

  1. “Mereka bertanya kepadamu tentang Khomar dan Judi, katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya”. (Q.S. Al-Baqarah : 219).

  1. “Melarang Rasulullah SAW daripada tiap-tiap barang yang memabukkan dan melemahkan akal dan badan”. (H.R. Ahmad). 7. “Tiap-tiap barang yang memabukkan adalah haram”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

  1. “Setiap benda yang memabukkan banyaknya maka sedikitnya haram”. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Turmuzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).


    IV. PENANGGULANGAN NARKOBA

    Mengingat betapa dahsyatnya bahaya yang akan ditimbulkan oleh Narkoba dan betapa cepatnya tertular para generasi muda untuk mengkonsumsi Narkoba, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah :
    1. Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat.

    1. Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home).

    1. Penanaman nilai sejak dini bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana haramnya babi dan berbuat zina.

    1. Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah Narkoba, di rumah oleh ayah dan ibu, di sekolah oleh guru/dosen dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum.

    Sabtu, 07 April 2012

    Mengembangkan Mutu Pendidikan Melalui Pendekatan PAIKEM


    MENGEMBANGKAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI
    PENDEKATAN "PAIKEM"




    Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas, sebab dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Dalam rangka mewujudkan potensi diri menjadi multiple kompetensi harus melewati proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran.

    Berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar. Sesungguhnya pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding kelas. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan menghapus kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta lingkungan.

    Berdasarkan teori belajar, melalui pendekatan lingkungan pembelajaran menjadi bermakna. Sikap verbalisme siswa terhadap penguasaan konsep dapat diminimalkan dan pemahaman siswa akan membekas dalam ingatannya.

    Dunia pendidikan kita ditandai oleh disparatis antara pencapaian academic standard dan performance standard. Faktanya, banyak peserta didik menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, namun pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Peserta didik memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagai mana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja.

    Perlu diketahui bahwa disparitas pendidikan selama ini terjadi karena pembelajaran selama ini hanyalah suatu proses pengondisian-pengondisian yang tidak menyentuh realitas alami. Pembelajaran berlatar realitas artificial. Aktivitas kegiatan belajar mengajar selama ini merupakan pseudo pembelajaran. Terdapat jarak cukup jauh antara materi yang dipelajari dengan peserta didik sebagai insane yang mempelajarinya. Materi yang dipelajari terpisah dari peserta didik yang mempelajarinya.

    Sebagai medium pendekat antara materi dan peserta didik pada pembelajaran artificial adalah aktivitas mental berupa hafalan. Pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang dipelajari daripada struktur yang terdapat di dalam materi itu. Pembelajaran seperti ini melelahkan dan membosankan. Belajar bukan manifestasi kesadaran dan partisipasi, melainkan keterpaksaan dan mobilisasi. Dampak psikis ini tentu kontraproduktif dengan hakikat pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan manusia atas seluruh potensi kemanusiaan yang dimiliki secara kodrati.

    Pembelajaran seharusnya menjadi aktivitas bermakna yakni pembebasan untuk mengaktualisasi seluruh potensi kemanusiaan, bukan sebaliknya. Pertanyaannya, bagaimana menemukan cara terbaik menciptakan pembelajaran bermakna?

    Seiring dengan pengembangan filsafat kontruktivisme dalam pendidikan selama dekade ini, muncul pemikiran kritis merenovasi pembelajaran bagi anak bangsa negeri ini menuju pembelajaran yang berkualitas, humanis, organis, dinamis, dan kontruktif. Salah satu pemikiran kritis itu dan salah satu upaya yang dapat dikembangkan oleh sekolah adalah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,efektif dan menyenangkan atau PAIKEM.

    Pembelajaran, menunjuk pada proses belajar yang menempatkan peserta didik sebagai center stage performance. Pembelajaran lebih menekankan bahwa peserta didik sebagai makhluk berkesadaran memahami arti penting interaksi dirinya dengan lingkungan yang menghasilkan pengalaman adalah kebutuhan. Kebutuhan baginya mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan yang dimilikinya.

    Aktif, pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika untuk mengartikulasikan dunia idenya dan mengkonfrontir ide itu dengan dunia realitas yang dihadapinya.

    Inovatif, pembelajaran merupakan proses pemaknaan atas realitas kehidupan yang dipelajari. Makna itu hanya bisa dicapai jika pembelajaran dapat memfasilitasi kegiatan belajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar yang dilakoninya.

    Kreatif, pembelajaran harus menumbuhkan pemikiran kritis, karena dengan pemikiran seperti itulah kreativitas bisa dikembangkan. Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif yang melibatkan evaluasi bukti. Kreativitas adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa serta menghasilkan solusi unik atas suatu problem.

    Efektif, pembelajaran efektif adalah jantungnya sekolah efektif. Efektivitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran efektif mencakup keseluruhan tujuan pembelajaran baik yang berdimensi mental, fisik, maupun sosial. Pembelajaran efektif “memudahkan” peserta didik belajar sesuatu yang “bermanfaat”.

    Menyenangkan, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif. Peserta didik merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukan sebuah derita yang didera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukurinnya. Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus ditunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadikan peserta didik ikhlas menjalaninya.

    Pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. Peserta didik dibelajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas.

    Praktik PAIKEM membutuhkan kemampuan teoritik dan praktik. Kemampuan teoritik meliputi arti belajar, dukungan teoritis, model pembelajaran, dan pembelajaran kontekstual. Kemampuan praktik adalah mempraktikan metode-metode PAIKEM. Di antaranya yaitu metode Jigsaw,Think-Pair-Share,Numbered Heads Together, Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, Bamboo Dancing,Listening Team, Inside-Outside Circle, Point-Counter-Point, dan The Power of two.

    PAIKEM sebagai proses learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together mendorong terciptanya kebermaknaan belajar bagi peserta didik. Aspek pengetahuan-pengetahuan tersebut penting sebagai landasan bagi guru maupun calon guru berpikir logis dan bertindak profesional atas profesinya.

    Bertolok pada kebutuhan pendidikan di era global dan tuntutan profesionalisme kependidikan, metode bertajuk PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan) proses dan hasil belajar peserta didik diharapkan akan meningkat. Dengan meningkatnya proses dan hasil belajar maka diharapkan kualitas pendidikan juga akan meningkat. Oleh karena itu, semoga dapat menjadi referensi bagi guru khususnya dan insan-insan yang mempunyai atensi di bidang pendidikan pada umumnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa di negeri ini.

    Sumber : Batara Raya Media

    Kamis, 05 April 2012

    Pendidikan Seks di Sekolah


    PENDIDIKAN  SEKS  DI  SEKOLAH ?
    Johan Wahyudi


    Publikasi hasil penelitian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2010 pada acara Grand Final Kontes Rap (Minggu, 28 November 2010) mengagetkan semua pihak, khususnya dunia pendidikan. Laporan BKKBN menyatakan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah berhubungan seks pranikah. Bahkan, remaja di kota-kota besar pun telah melakukan hal yang sama. Tercatat, 54% remaja di Surabaya, 47% remaja di Bandung, dan 52% remaja di Medan tidak perawan lagi alias telah melakukan seks pranikah. Dan remaja adalah generasi seusia anak sekolah. Berita itu sungguh terasa sangat menyayat perasaan kita.

    Mereka – para remaja – adalah generasi penerus dan terwaris bangsa ini. Jika remaja sudah terjerumus ke dunia seks bebas, kita harus bersiap menghadapi kenyataan pahit. Sebuah kondisi yang teramat memilukan karena moral generasi itu telah terdegradasi. Lalu, bagaimanakah kita menyikapi keadaan itu? Haruskah kita berkesimpulan bahwa itu hanya peristiwa biasa sebagai dampak kemajuan teknologi? Sebagai orang bijak dan orang tua yang bijaksana, tentu kondisi ini harus menjadi pelajaran berharga.

    Menyikapi hasil penelitian itu, hendaknya kita tidak meletakkan semua kesalahan itu kepada remaja semata. Hendaknya kita tidak mem-vonis bahwa semua remaja tak bermoral. Semua pihak harus berintrospeksi, terlebih bagi seorang pendidik dan dunia pendidikan. Ya, dunia pendidikan harus bertanggung jawab dengan kondisi ini. Mengapa dunia pendidikan harus menanggung kesalahan ini?

    Selama ini, dunia pendidikan hanya meletakkan tujuan kognitif kepada siswanya. Sekolah hanya bertujuan untuk meluluskan siswanya melalui beragam kegiatan akademik. Para guru hanya membentuk intelegensi dan kecakapan hidup. Dan dunia pendidikan belum memberi pendidikan akhlak yang cukup kepada siswanya. Ini dapat terlihat dari komposisi kegiatan di sekolah. Sangat jarang sekolah member pelajaran tambahan budi pekerti. Maka, kita pun tidak begitu terkejut ketika peristiwa ini terjadi?

    Kasus asusila yang terjadi di sebuah sekolah negeri di kota bengawan dapat menjadi cermin dari bobroknya dunia pendidikan. Sepasang siswa tepergok berbuat mesum di sekolah (Solopos, 23 November 2010). Peristiwa itu merupakan bukti nyata bahwa pendidikan kita telah menuju ke arah yang salah. Pendidikan kita telah mengesampingkan pendidikan karakter. Lalu, akankah kita membela diri dengan berdalih bahwa itu merupakan peristiwa biasa?

    Integralisasi Pendidikan Seks

    Seks itu bersifat instingtif atau naluri. Seks didorong oleh libido atau keinginan kuat untuk menyalurkan hasrat. Jadi, hasrat seks merupakan pemberian Tuhan sebagai wujud karunia terindah jika digunakan secara benar. Jadi, perlukah pendidikan seks dibuat secara eksklusif? Menurut penulis, itu tidak diperlukan.

    Pendidikan seks tidak perlu disusun secara terpisah sebagai mata pelajaran baru. Pendidikan seks hanya perlu disusun secara integral dengan mata pelajaran lain. Dan ini memerlukan kecakapan guru untuk mewujudkannya. Ya, guru harus berkemampuan untuk mewujudkan pendidikan seks secara terintegral agar para siswanya menjadi pribadi bermoral.

    Cukup banyak mata pelajaran yang dapat digunakan sebagai media pendidikan seks. Hampir semua mata pelajaran dapat digunakan untuk mengintegralkan pendidikan seks. Sebagai contoh, pendidikan agama dapat menggunakan materi seks ketika mengajarkan akhlak mulia. Pendidikan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dapat menggunakan materi seks melalui bacaan dan media pembelajaran. Pendidikan biologi dapat menggunakan materi seks dalam materi alat-alat reproduksi dan jenis penyakit kelamin. Jika para guru kreatif, semua mata pelajaran dapat digunakan untuk menyampaikan materi seks.

    Ketika mengajarkan materi seks, hendaknya guru hanya menerangkan materi seks secara implisit atau tersirat. Guru cukup memberi gambaran sekilas akan akibat buruk dari perilaku seks bebas. Jadi, guru tidak perlu menerangkan seks secara detail. Hendaknya guru tidak menerangkan seks secara vulgar. Jangan sampai materi pendidikan seks berubah menjadi materi pendidikan bermain seks. Untuk mewujudkan itu, dituntut keprofesionalan guru.

    Guru perlu menyampaikan materi seks secara deskriptif-komparatif. Siswa cukup diberi gambaran dampak dari seks bebas. Jika diperlukan, media pun dapat digunakan sebagai pembanding informasi. Berita-berita tentang penyakit kelamin dan aborsi dapat digunakan sebagai bahan bandingan. Untuk memudahkan penangkapan materi, sesekali guru perlu memberikan visualisasi jenis penyakit, kunjungan ke rumah sakit, dan mendatangkan ilmuwan (dokter spesialis kelamin). Jika semua langkah itu telah dilakukan, siswa pasti mempunyai pemahaman yang benar tentang seks. Pemahaman yang tidak diperoleh melalui tayangan televisi dan internet. Namun, pemahaman seks yang benar karena diperoleh dari para pakar. Dan itulah tujuan pendidikan seks yang sebenarnya.

    Menyelamatkan Generasi Muda dari Bahaya Pornografi


    MENYELAMATKAN GENERASI MUDA
    DARI BAHAYA PORNOGRAFI
    Abu Fathan

    Buku “Gurita Pornografi Membelit Remaja” adalah edisi revisi dari buku berjudul “Remaja Dirantai Birahi” yang terbit tahun 2004 lalu oleh penerbit Pustaka Ulumuddin (Bandung). Perkembangan pornografi yang demikian pesat, terutama setelah era teknologi multimedia, menuntut buku ini harus direvisi dan ditambahi banyak materi lainnya.

    Istilah “Gurita Pornografi” sendiri hanyalah kiasan saya untuk menunjukkan realitas pornografi yang sudah menyeruak hebat di hampir seluruh sisi kehidupan kita. Pornografi layaknya gurita yang membelit dengan cengkeraman tangan-tangannya yang banyak lagi kuat. Sehingga siapapun yang tercengkeram oleh belitan pornografi, maka ia akan sulit untuk lepas darinya.

    Celakanya, gurita pornografi itu kini telah banyak membelit generasi muda kita, termasuk anak-anak. Sebuah data dari hasil survei mengungkap sebuah fakta yang mengejutkan tentang arus pornografi di kalangan anak-anak Indonesia. Ternyata, anak-anak kita (usia Sekolah Dasar/SD) sudah banyak yang mengenal pornografi. Banyak media yang telah mereka akses untuk menikmati gambar atau adegan syur itu.

    Dari survei yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati selama tahun 2005, diketahui ada 1.705 anak kelas 4 – 6 SD di Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) yang mengaku sudah mengenal pornografi.

    Hal itu diungkap Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, dalam diskusi Selamatkan Anak Indonesia di Gedung RRI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Survei, seperti dikutip di detiknet, dilakukan terhadap anak-anak di 134 SD.

    Mereka disodori lembar pertanyaan yang sangat vulgar, namun dengan bahasa yang diperhalus. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagian besar seputar reproduksi.

    Dari survei tersebut diketahui, sebanyak 20 persen anak-anak mengenal pornografi dari situs internet, 25 persen dari handphone, 2 persen dari film dan TV, 12 persen dari film VCD/DVD, 17 persen dari novel atau cerita, 12 persen dari majalah, koran atau tabloid sebanyak 3 persen, dan lain-lain sebanyak 9 persen.

    Sementara untuk tempat-tempat mereka mengakses materi pornografi sebagian besar, yakni 35 persen di rental VCP/internet, 25 persen rumah sendiri, 22 persen rumah teman, dan lain-lain 18 persen.

    Survei itu membuat miris kita semua, karena ternyata arus pornografi sudah mulai merambah ke anak-anak kita. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi yang terus berkembang pesat, menjadikan konten-konten pornografi, dengan segala jenis dan bentuknya, semakin mudah diakses dan dijumpai.

    Dampak Pornografi Pada Anak

    Yang menjadikan miris adalah, pornografi ternyata memiliki dampak yang sangat buruk bagi penikmatnya. Pada anak-anak, pornografi sangat berpengaruh pada perkembangan otaknya. Bagaimana hal itu dapat terjadi?

    Ada 2 sistem dalam otak manusia, yakni responder (pada sistem limbik) dan directory (bagian otak depan). Sistem directory terkait dengan kemampuan berpikir rasional, mengambil keputusan, menentukan prioritas, kemampuan penilaian dan analisis. Namun, sistem directory ini belum berkembang pada masa remaja dan sepenuhnya berkembang mencapai usia 24-25 tahun.

    Sistem Limbik mengatur perilaku, hasrat, emosi, memori, motivasi dan homeostatis. Juga mengajak seseorang untuk memuaskan diri untuk merasakan kenikmatan. Bagi anak, stimulasi sangat mudah karena anak dominan belajar dengan melihat dari pada rangsang berpikir.

    Stimulasi oleh pornografi merangsang pelepasan hormon dopamin dan endorfin. Jumlah reseptor di dalam otak akan terus bertambah yang dapat menggiring anak menjadi kecanduan.

    Kedua bahan kimia dibutuhkan terus ketika ada perangsangan. Jika paparan pornografi diteruskan, otak akan membutuhkan dopamin semakin besar guna mempertahankan kadar rasa senang yang sama seperti alkohol dan heroin.

    Jadi dopamin dan endorfin akan bermanfaat kalau kita hidup normal. Terkait pornografi, otak mengalami rangsangan berlebihan sehingga otak tak bekerja dengan normal dan tidak dapat merespons lagi. Akibatnya otak mengecil dan bagi anak yang otaknya belum berkembang, pornografi sangat berpengaruh dan rentan menyebabkan adiksi serta merusak tumbuh kembang otaknya.

    Terdapat perubahan-perubahan pada anak yang mengalami masalah dengan pornografi.Tanda-tandanya: Anak menjadi depresi, menarik diri, berbicara mengarah ke arah seks, dan mengisolasi diri.

    Dampak Pornografi Pada Orang Dewasa

    Pornografi tidak hanya berdampak negatif pada anak-anak, tapi juga pada orang-orang dewasa. Menurut sebuah penelitian, kecanduan cybersex (yang saat ini paling banyak dijumpai) bisa merubah perilaku 180 derajat. Untuk yang berumah tangga, keharmonisan rumah tangga akan terganggu. Bahkan menurut Kimberley Young, psikolog asal Amerika, banyak kegagalan akibat perkawinan yang dia temui akibat kecanduan cybersex. Menurut Kimberley, jangankan yang usia perkawinannya 5 tahun atau 10 tahun, yang 25 tahun saja dapat hancur gara-gara salah satu pasangannya tergila-gila situs porno.

    Bagi remaja, kecanduan situs porno (cybersex) akan membuat ritme belajar menjadi kacau. Secara umum, kecanduan situs porno akan berdampak negatif terhadap karakter seseorang. Berdasarkan penelitian Bingham dan Piotrowski dalam Psychological Report berjudul On-line Sexual Addiction menyebutkan, karakter orang yang kecanduan cybersex adalah: ketrampilan sosial tidak memadai, lebih memilih bergelut dengan fantasi yang bersifat seksual, asyik berkomunikasi dengan figur-figur ciptaan hasil imajinasinya sendiri, tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mengakses situs porno, dan lupa waktu sehingga lupa kerja.

    Bahaya atau dampak negatif bagi remaja, kecanduan cybersex (dan pornografi secara umum) akan menjadikan ia menjelma menjadi remaja yang tidak gaul (kurang sosialisasi) dan kuper, remaja yang hidupnya selalu dibayangi fantasi seksual, serta waktu dalam hidupnya akan terbuang percuma untuk sesuatu yang tidak produktif, bahkan dapat bersifat destruktif alias dapat merusak diri dan masa depannya.

    Rabu, 04 April 2012

    Ciri Perjuangan Muhammadiyah


    CIRI PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

    Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut :

    1.  Muhammadiyah adalah gerakan Islam
    2.  Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam
    3.  Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

    MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM
    Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Al-Qur’anul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkrit, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Al-Qur’an”, yang di dalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiannya kepada Allah SWT.

    Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itu pula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkrit, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai ”rahmatan lil ‘alamin”.

    MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN DAKWAH ISLAM
    Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Dakwah Islam.  Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jatidiri Muhammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Al-Qur’anul Karim, terutama sekali Surat Ali Imran ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran ayat :104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

    MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN TAJDID
    Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa syirik, tahayul, khurafat maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, tahayul, bid’ah, khurafat dan taqlid, sebab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.

    Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat ‘Id dan pelaksanaan kurban  dan sebagainya.

    Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut Purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut Reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

    Muhammadiyah Bukan Kelompok Islam Minimalis


    MUHAMMADIYAH BUKAN KELOMPOK ISLAM
     MINIMALIS TETAPI PROPORSIONALIS

    Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

    Muhammadiyah bukanlah kelompok Islam minimalis, tetapi Muhammadiyah ialah kelompok Islam proporsionalis. Maksudnya ialah cara ibadah Muhammadiyah itu sesuai dengan proporsinya yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw., termasuk dalam proporsional di sini adalah adanya pemaknaan dan penghayatan yang mendalam ketika melakukan ibadah ritual. Ucapan salam dalam sholat, dalam pandangannya bukanlah akhir dari ibadah sholat, karena setelah sholat seseorang dituntut untuk mengaktualisasikan nilai-nilai sholat tersebut dalam realitas kehidupannya.

    Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam Tabligh Akbar di Gedung Kelab Sultan Sulaiman, Kg. Baru, Bandar Kuala Lumpur, Rabu (20/04/2011) Berdasarkan pola pemikiran diatas menurut Din, Muhammadiyah tidak pernah lelah untuk mendorong umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah agar melembagakan amal saleh yang fungsional dan solutif, sebagai pancaran iman yang sempurna dan untuk merefleksikan ajaran Islam yang memberikan rahmat atau kasih sayang bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil 'alamin).

    Dalam ceramahnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah juga menyinggung masalah idiologi gerakan dakwah Muhammadiyah. Selain dikenal sebagai gerakan tajdid (Pembaharuan), sejak awal pendirianaya Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan tajdid (pemurnian atau purifikasi). Di Muhammadiyah, gerakan tajdid ini meliputi pemurnian dalam masalah akidah dan ibadah mahdhoh. Sehingga dengan gerakan tajdid ini, Muhammadiyah disebut-sebut sebagai gerakan puritan. Sedangkan tajdid (pembaharuan) hanya berlaku dalam aspek ibadah mu'amalah duniawiyah saja.

    Oleh sebab itu, Muhammadiyah harus senantiasa menjaga dan memegang teguh keseimbangan (tawazun) antara gerakan tajdid (pemurnian akidah dan ibadah mahdhoh) dan tajdid dalam bidang ibadah mu'amalah duniawiyah, tegasnya.

    Dari gerakan purifikasi dan tajdid tersebut, maka terbentuklah rasionalisasi yang ditandai dengan aksi nyata atau amal usaha yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas, seperti amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sebagainya. Dan amal usaha ini harus dikelola secara profesional dan modern. Dari sini para pengamat, baik dari dalam atau luar negeri menilai, bahwa Muhammadiyah adadah sebagai organisasi Islam modern. "Muhammadiyah The Largest Modernist Islam Organization", Tuturnya.
    Ketika dihadapkan dengan perbedaan antara golongan Islam tradisional dan kelompok Islam garis keras, maka Muhammadiyah mengambil posisi yang disebut wasathiyah (moderasi atau posisi tengah) dengan mengedepankan keterbukaan, dialog dan komunikasi dengan semua pihak. Tandasnya.

    Di penghujung ceramahnya, Pak Din menyampaikan beberapa amanat dan harapannya kepada pengurus PCIM dan warga Muhammadiyah di Kuala Lumpur, di antaranya adalah agar PCIM mampu mendirikan lembaga amal usaha Muhammadiyah, paling tidak lembaga amal usaha di sektor pendidikan.


    Pentingnya Pendidikan Karakter


    PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER
    PendidikaN KarakteR



    Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi saya akan memberikan data dan fakta berikut:
    158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
    42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
    30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
    Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan   BKPM.
    Sumber : Litbang Kompas

    Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para pejabat Negara.

    Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.

    Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.

    Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.

    Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?

    Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.

    Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan  di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup  terpenjara oleh keyakinannya yang salah.

    Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.

    Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?

    Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).